Minggu, 24 Juni 2012

kebeningan by alhallaj

kebeningan







Bismillah



semua yang terjadi adalah kuasanya,

Apa yang tertulis disini adalah irodahnya.



semoga alloh selalu senantiasa menuntun kita menuju jalan haqqul iman, kebenaran dari sebuah keimanan

Bukan kebenaran pada sebuah keyakinan,keyakinan yang hanya mengacu pada sebuah nama.nama dari Tuhan kita. sebuah nama adalah sesuatu yang sama-sama

mengikat tanpa kita sadar kenapa ? karena begitu sebuah nama diberikan atau disematkan, maka mulailah sesuatu itu sudah ditentukan tempatnya

atau terbatas tempatnya, posisinya dan ini hanya berlaku di dunia saja.

tidak demikian bila kita memandang khasanah yang mengacu pada "sang maha pencipta"apakah pantas diberikan nama?

yang akhirnya membuatNya menjadi terbatas!!!.



Tanpa kita sadari peNamaan ini membuat Sang Maha ini menjadi tidak Maha lagi,karena nama adalah sebuah belenggu yang ada di dunia, karena kita melihat wujud sesuatu tersebut dan akhirnya untuk memudahkan kita,maka kita memberikannya sebuah

"nama"yang membuat kita dapat memberikan

tempat yang sesuai, ada sejarah kelahiran, dapat dianalisa bentuk kejadiannya maupun proses

terjadinya dan tentunya kita yang mengaturnya.

Apakah demikian pula dengan Sang Maha..



Sedangkan Dia adalah penguasa waktu,

tempat, dan segala kesempurnaan.apakah pantas sebuah nama atau sebutan kita sematkan padaNya.

yang akan membuatNya “terbatas” padahal Dia adalah tak Terbatas. Sekarang efek dari pemberian

nama tersebut sudah menjadikan kita lupa akan Keberadaan Dia yang Sebenarnya,untuk itulah mari kita sama-sama menuju haqikat dari sebuah nama,menafikannya dan menetapkan dzatnya yang terkandung di dalamnya (dzatulloh)



Di bawah ini Bagaimana seorang Alhallaj menguraikannya dalam kitabnya "Tawasin beliau menjelaskan maqom2 yang ada di haqiqat untuk menuju KEBENINGAN hati di hadapan dzatulloh.



Semoga bisa kita ambil hikmahnya...



Amin ya robbal alamin.





  • Hakikat itu adalah sesuatu yang sangat-sangat halus, dan sulit menguraikannya. Jalan untuk menempuhnya sempit, dan tentang jalannya itu, seorang penempuh (salik) harus mengarungi 'kobaran api' di tengah gurun yang dalam. Seorang asing (gharib) telah mengikuti jalan ini,dan menyampaikan bahwa apa yang dialaminya ada empat puluh Maqam, yaitu:


  1. Kesopansantunan ['adab],

  2. Kegentarhatian [rahab],

  3. Kejerihpayahan [nashab],

  4. Penuntutan-diri [thalab],

  5. Ketakjuban ['ajab],

  6. Peniadaan ['athab]

  7. Pemujaan [tharab],

  8. Pendambaan [syarah]

  9. Penjernihan [nazah],

  10. Kelurusan [shidq]

  11. Persahabatan [rifq]

  12. Persamaan [litq],

  13. Keberangkatan [taswih],

  14. Penghiburan [tarwih]

  15. Ketajaman [tamyiz]

  16. Penyaksian [syuhud]

  17. Keberadaan [wujud]

  18. Penghitungan ['add]

  19. Pengupayaan [kadda]

  20. Pemulihan [radda]

  21. Perluasan [imtidad]

  22. Pengolahan [i'dad]

  23. Penyendirian [infirad]

  24. Pengendalian [inqiyad]

  25. Kemauan [murad]

  26. Kehadiran [hudur]

  27. Pelatihan [riyadhah]

  28. Kehati-hatian [hiyathah]

  29. Penyesalan [iftiqad]

  30. Kedayatahanan [istilad]

  31. Pengawasan [tadabbur],

  32. Keterkejutan [tahayyur]

  33. Perenungan [tafaqqur]

  34. Kesabaran [tashabbur]

  35. Penafsiran [ta'abbur]

  36. Penolakan [rafdh]

  37. Pengoreksian [naqd]

  38. Pengamatan [ri'ayah]

  39. Pembimbingan [hidayah]

  40. Permulaan-jalan [bidayah].



  • Maqam terakhir ini adalah maqam-nya orang-orang yang Hatinya tenang dan suci(shufi)

  • Tiap maqam memiliki keadaan (hal) spiritualnya yang berbeda beda sesuai dengan kadar keimanannya masing-masing, yang sebagiannya mungkin diperoleh dan sebagian lainnya tidak.

  • Adapun sang Gharib yang telah mengharungi gurun (hakikat) dan menyeberanginya, telah mencakupnya serta memahaminya secara keseluruhan. Ia tidak memperoleh sesuatu yang lazim ataupun biasa, tidak di gunung ataupun di darat.

  • "Ketika Musa (as) menunaikan tugasnya", ia meninggalkan ummatnya karena hakikat akan merengkuhnya sebagai 'milik'-Nya. Tapi, masih juga ia berpuas dengan penerangan semu tanpa pandangan (bashirah) batin langsung, sehingga ada perbedaan antara ia dan sang Insan Kamil [Muhammad saw]. Karena itu ia (Musa as) berkata: "Siapa tahu aku dapat membawa sedikit penerangan untukmu." [Q. 20: 10]

  • Andaikan sang Pembimbing Utama puas dengan penerangan semu, bagaimana dapat seseorang yang menempuh jalan (thariqah) tidak mencukupkan dirinya dengan jejak semu.

  • Dari Semak yang Terbakar, di Bukit Sinai, apa yang kedengarannya difirmankan Semakbukanlah dari Semak atau belukarnya, tetapi (firman) Allah.


  • Dan peranan 'aku' adalah seperti 'Semak' itu.



  • Jadi, hakikat adalah 'hakikat' dan makhluk adalah 'makhluk'. Makanya buanglah sifat kemakhlukanmu, supaya kau sesuai dengan-Nya, beserta Dia -- kau pun dalam liputan hakikat.



  • 'Aku' sejati adalah subyek, dan obyek yang terurai adalah subyek dalam hakikatnya.Soalnya adalah bagaimana itu terurai.



  • Allah berfirman kepada Musa (as): "Kau bimbinglah (ummatmu) pada Bukti (al- Hujjah)," tapi bukan pada Obyeknya Bukti. Adapun bagi-Ku, Aku adalah 'Bukti' dari setiap bukti.



  • Allah membuatku melampaui apa adanya hakikat dengan kesepakatan, perjanjian, dan persekutuan. Rahasiaku adalah penyaksian (syahadah) langsung tanpa (keikutsertaan) pribadi makhlukku. Itulah rahasiaku, dan inilah hakikat.



  • Allah memfirmankan pengetahuanku melalui 'aku' dari hatiku. Dia menarikku dekat pada-Nya setelah jauh dari-Nya. Dia membuat aku menjadi Sahabat (Waly)-Nya, Dia memilih

    aku…



by:alhallaj(kitab tawasin-kematian.)



Wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar